Thursday, May 23, 2013

                                            PROSES PEMBUATAN GERABAH 

 


Lombok tak hanya menyimpan keindahan alamnya saja, namun sangat terkenal pula karena produksi gerabah atau tembikarnya. Kedekatan masyarakat Lombok dengan gerabah, khususnya suku Sasak, seperti dikisahkan dalam cerita rakyat Dewi Anjani. Konon, Dewi Anjani mengirimkan seekor burung pembawa pesan, manuk bre, untuk menolong sepasang manusia yang kebingungan tatkala ingin menanak beras hasil panen pertama mereka. Burung tersebut membawa pesan untuk mengajari manusia itu cara mengolah tanah gunung menjadi periuk.
Lombok menyimpan banyak sekali pengrajin gerabah yang tersebar di seluruh wilayahnya. Namun sentra-sentra kerajinan gerabah yang terkenal dapat pengunjung temui di antaranya Desa Banyumulek di Lombok Barat, Desa Penunjak di Lombok Tengah, dan Desa Masbagik di Lombok Timur. Biasanya hasil gerabah ini, selain digunakan oleh penduduk lokal, juga diekspor ke mancanegara, seperti Belanda, Perancis, Amerika, maupun Selandia Baru. Sebenarnya untuk urusan ekspor, gerabah Lombok cukup bersaing dengan gerabah asal Thailand, namun gerabah Lombok memiliki daya tarik tersendiri lantaran kandungan pasir kuarsanya cukup tinggi, kaolinnya bagus, dan sudah bersertifikat bebas racun, sehingga aman untuk digunakan.
Pada dasarnya, gerabah sudah digunakan sejak ribuan tahun silam, tepatnya pada zaman Neolitikum, yakni ketika manusia mulai hidup menetap, bercocok tanam, dan mengenal api. Oleh karena itu, gerabah merupakan karya turun temurun dari nenek moyang yang hingga kini masih dilestarikan sebagai suatu keahlian dan mata pencaharian. Dulu, gerabah dipakai untuk menyimpan beras, garam, dan bumbu-bumbuan, disamping digunakan sebagai alat masak memasak. Sekarang, ekspektasi orang terhadap gerabah akan melihatnya sebagai suatu karya seni yang indah dengan beragam corak warna yang mempesona sehingga seringkali kedapatan bahwa gerabah-gerabah ini hanya untuk dijadikan pajangan rumah.
Dulu, gerabah dibuat oleh para ibu dan anak perempuan, kemudian para ayah dan anak laki-laki bertugas untuk menjual dan mambawanya ke pasar. Namun seiring perkembangan zaman dan tuntutan pasar, peran ayah dan anak laki-laki pun beralih fungsi sebagai pembuat gerabah pula, dengan maksud untuk mendorong hasil produksi agar tambah maksimal dan berkualitas bagus.
Pembuatan gerabah memang bukan suatu hal yang sederhana, namun dibutuhkan proses yang panjang dan tingkat ketelitian yang tinggi. Berikut adalah tahapan demi tahapan dalam memproduksi gerabah, antara lain:
1. Proses Pencarian tanah liat

Gunakan tanah liat terbaik yang sesuai dengan kualitas standar. Tanah liat tersebut tidak boleh bercampur dengan batu-batuan kecil dan kotoran. Bahan ini bisa didapat tidak harus dari desa penghasil gerabah, namun bisa diperoleh dari desa terdekatnya.
2. Proses Pengeringan
Tanah liat kemudian dipotong-potong menjadi seperti bentuk kubus dan dijemur di bawah terik matahari. Proses ini membutuhkan lama waktu sekitar 3 hingga 4 hari. Bila potongan tanah liat tersebut sudah kering, maka ditumbuk agar menjadi adonan tepung yang lembut, lalu disimpan terlebih dahulu sebelum digunakan menjadi adonan.
3. Proses Pembentukkan




Adonan tanah liat tersebut mulai dibentuk perlahan-lahan dengan bantuan alat pemutar hingga terbentuk hasil yang diinginkan. Bentukan ini dapat berupa periuk, jeding, kuali, maupun kendi maling. Apabila sudah terbentuk, bentukan tadi didiamkan terlebih dahulu, namun tidak perlu di bawah terik matahari.
4. Proses Penghalusan dengan minyak kelapa

Untuk menghaluskan pinggiran gerabah yang sudah setengah jadi, diperlukan minyak kelapa. Setelah dihaluskan (dipernis), maka dibiarkan mengering. Setelah itu, gerabah yang sudah dipernis digosok-gosok dengan batu hitam atau alat tradisional lainnya. Hal ini menjadikan permukaan gerabah kelihatan mengkilat, lalu dikeringkan lagi di bawah terik matahari selama satu hari.
5. Proses Pembakaran (tetunuq lendang)

Gerabah-gerabah itu siap untuk dikumpulkan dan dibakar di tengah kebun dengan kayu kering dan jerami, dibakar selama 4 jam dengan temperatur panas 400 hingga 800 derajat celcius.
6. Proses Pewarnaan

Terakhir, tahap mewarnai gerabah-gerabah. Teknik mewarnai pun tidak boleh sembarangan karena tentu akan memengaruhi nilai jual di pasaran. Bila mewarnai dengan merah tua, maka dilapisi dengan sari biji asam. Begitupun bila mewarnai dengan warna merah jentik, maka cukup jentikkan dengan sekam.
Menurut tradisi Sasak, pembuatan gerabah juga memiliki musim dan waktu khusus. Misalnya pembuatan kemberasan (tempat menyimpan beras) harus dilakukan pada bulan Maulid atau bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad saw. Pembuatan kemberasan juga harus dilakukan oleh wanita hamil. Sebelum memulai pekerjaannya, si pembuat harus terlebih dahulu menyiapkan persyaratan berupa segenggam gabah, secarik kain tenun, koin Cina kuno, dan sirih yang semuanya dimasukkan ke dalam keranjang. Ini bertujuan agar kemberasan yang dibuat dapat memberikan kesejahteraan bagi si pengguna. Hingga kini, dekorasi pada sejumlah gerabah Lombok masih memiliki arti religius. Gerabah juga dianggap memiliki kekuatan magis penolak bala.
Beruntung, kerajinan khas semacam gerabah ini telah mendapat dukungan dari pemerintah sebagai bentuk pelestarian budaya. Pemerintah melalui Disperindag NTB telah mendaftarkan hak paten produk gerabah Lombok dengan mengajukan desain kendi ceret maling. Tak hanya itu, adapun Lombok Pottery Centre Indoenesia-New Zealand Lombok Crafts Project, sebagai lembaga pendukung untuk  membina para pengrajin gerabah tradisional sejak tahun 1988. Pengrajin diajak menambah wawasan dan teknik membuat gerabah, mulai dari mengolah bahan baku, membuat desain baru, hingga pengetahuan manajemen penjualan, agar produk gerabah yang dihasilkan bernilai ekonomis tinggi.

No comments:

Post a Comment