PROSES PEMBUATAN GERABAH
Lombok
tak hanya menyimpan keindahan alamnya saja, namun sangat terkenal pula
karena produksi gerabah atau tembikarnya. Kedekatan masyarakat Lombok
dengan gerabah, khususnya suku Sasak, seperti dikisahkan dalam cerita
rakyat Dewi Anjani. Konon, Dewi Anjani mengirimkan seekor burung pembawa
pesan, manuk bre, untuk menolong sepasang manusia yang
kebingungan tatkala ingin menanak beras hasil panen pertama mereka.
Burung tersebut membawa pesan untuk mengajari manusia itu cara mengolah
tanah gunung menjadi periuk.
Lombok
menyimpan banyak sekali pengrajin gerabah yang tersebar di seluruh
wilayahnya. Namun sentra-sentra kerajinan gerabah yang terkenal dapat
pengunjung temui di antaranya Desa Banyumulek di Lombok Barat, Desa
Penunjak di Lombok Tengah, dan Desa Masbagik di Lombok Timur. Biasanya
hasil gerabah ini, selain digunakan oleh penduduk lokal, juga diekspor
ke mancanegara, seperti Belanda, Perancis, Amerika, maupun Selandia
Baru. Sebenarnya untuk urusan ekspor, gerabah Lombok cukup bersaing
dengan gerabah asal Thailand, namun gerabah Lombok memiliki daya tarik
tersendiri lantaran kandungan pasir kuarsanya cukup tinggi, kaolinnya
bagus, dan sudah bersertifikat bebas racun, sehingga aman untuk
digunakan.
Pada
dasarnya, gerabah sudah digunakan sejak ribuan tahun silam, tepatnya
pada zaman Neolitikum, yakni ketika manusia mulai hidup menetap,
bercocok tanam, dan mengenal api. Oleh karena itu, gerabah merupakan
karya turun temurun dari nenek moyang yang hingga kini masih
dilestarikan sebagai suatu keahlian dan mata pencaharian. Dulu, gerabah
dipakai untuk menyimpan beras, garam, dan bumbu-bumbuan, disamping
digunakan sebagai alat masak memasak. Sekarang, ekspektasi orang
terhadap gerabah akan melihatnya sebagai suatu karya seni yang indah
dengan beragam corak warna yang mempesona sehingga seringkali kedapatan
bahwa gerabah-gerabah ini hanya untuk dijadikan pajangan rumah.
Dulu,
gerabah dibuat oleh para ibu dan anak perempuan, kemudian para ayah dan
anak laki-laki bertugas untuk menjual dan mambawanya ke pasar. Namun
seiring perkembangan zaman dan tuntutan pasar, peran ayah dan anak
laki-laki pun beralih fungsi sebagai pembuat gerabah pula, dengan maksud
untuk mendorong hasil produksi agar tambah maksimal dan berkualitas
bagus.
Pembuatan
gerabah memang bukan suatu hal yang sederhana, namun dibutuhkan proses
yang panjang dan tingkat ketelitian yang tinggi. Berikut adalah tahapan
demi tahapan dalam memproduksi gerabah, antara lain:
Gunakan
tanah liat terbaik yang sesuai dengan kualitas standar. Tanah liat
tersebut tidak boleh bercampur dengan batu-batuan kecil dan kotoran.
Bahan ini bisa didapat tidak harus dari desa penghasil gerabah, namun
bisa diperoleh dari desa terdekatnya.
Tanah
liat kemudian dipotong-potong menjadi seperti bentuk kubus dan dijemur
di bawah terik matahari. Proses ini membutuhkan lama waktu sekitar 3
hingga 4 hari. Bila potongan tanah liat tersebut sudah kering, maka
ditumbuk agar menjadi adonan tepung yang lembut, lalu disimpan terlebih
dahulu sebelum digunakan menjadi adonan.
Adonan
tanah liat tersebut mulai dibentuk perlahan-lahan dengan bantuan alat
pemutar hingga terbentuk hasil yang diinginkan. Bentukan ini dapat
berupa periuk, jeding, kuali, maupun
kendi maling. Apabila sudah terbentuk, bentukan tadi didiamkan terlebih
dahulu, namun tidak perlu di bawah terik matahari.
Untuk
menghaluskan pinggiran gerabah yang sudah setengah jadi, diperlukan
minyak kelapa. Setelah dihaluskan (dipernis), maka dibiarkan mengering.
Setelah itu, gerabah yang sudah dipernis digosok-gosok dengan batu hitam
atau alat tradisional lainnya. Hal ini menjadikan permukaan gerabah
kelihatan mengkilat, lalu dikeringkan lagi di bawah terik matahari
selama satu hari.
Gerabah-gerabah
itu siap untuk dikumpulkan dan dibakar di tengah kebun dengan kayu
kering dan jerami, dibakar selama 4 jam dengan temperatur panas 400
hingga 800 derajat celcius.
Terakhir,
tahap mewarnai gerabah-gerabah. Teknik mewarnai pun tidak boleh
sembarangan karena tentu akan memengaruhi nilai jual di pasaran. Bila
mewarnai dengan merah tua, maka dilapisi dengan sari biji asam.
Begitupun bila mewarnai dengan warna merah jentik, maka cukup jentikkan
dengan sekam.
Menurut tradisi Sasak, pembuatan gerabah juga memiliki musim dan waktu khusus. Misalnya pembuatan kemberasan (tempat menyimpan beras) harus dilakukan pada bulan Maulid atau bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad saw. Pembuatan kemberasan
juga harus dilakukan oleh wanita hamil. Sebelum memulai pekerjaannya,
si pembuat harus terlebih dahulu menyiapkan persyaratan berupa segenggam
gabah, secarik kain tenun, koin Cina kuno, dan sirih yang semuanya
dimasukkan ke dalam keranjang. Ini bertujuan agar kemberasan
yang dibuat dapat memberikan kesejahteraan bagi si pengguna. Hingga
kini, dekorasi pada sejumlah gerabah Lombok masih memiliki arti
religius. Gerabah juga dianggap memiliki kekuatan magis penolak bala.
Beruntung,
kerajinan khas semacam gerabah ini telah mendapat dukungan dari
pemerintah sebagai bentuk pelestarian budaya. Pemerintah melalui
Disperindag NTB telah mendaftarkan hak paten produk gerabah Lombok
dengan mengajukan desain kendi ceret maling. Tak hanya itu, adapun
Lombok Pottery Centre Indoenesia-New Zealand Lombok Crafts Project,
sebagai lembaga pendukung untuk membina para pengrajin gerabah
tradisional sejak tahun 1988. Pengrajin diajak menambah wawasan dan
teknik membuat gerabah, mulai dari mengolah bahan baku, membuat desain
baru, hingga pengetahuan manajemen penjualan, agar produk gerabah yang
dihasilkan bernilai ekonomis tinggi.
No comments:
Post a Comment